BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting yang bernilai ekonomi tinggi, dipakai sebagai bahan baku utama penghasil gula pasir. Pemerintah telah mencanangkan swasembada gula pada tahun 2014. Untuk mencapai sasaran swasembada, salah satu faktor penting adalah perluasan areal baik milik Perusahaan Perkebunan Nasional (PTPN) maupun perkebunan rakyat dan penggunaan varietas tebu unggul yang dianjurkan.
Peningkatan produksi tanaman tebu dipengaruhi oleh penyediaan bibit unggul yang bermutu antara lain memiliki rendemen gula yang tinggi, kualitas gilingan yang tinggi, tipe kemasakan, tahan terhadap penyakit, serta dapat beradaptasi pada perubahan iklim global (antara lain drainase yang buruk). Kebutuhan gula nasional tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,7 juta ton.Dengan demikian untuk mempercepat pencapaian hasil melalui perluasan areal pertanaman tebu memerlukan bibit dalam jumlah yang banyak. Pengadaan bibit tebu dalam skala besar, cepat dan murah merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Penyediaan bibit unggul yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang khususnya tanaman tebu.
Pengadaan bibit pada tanaman tebu khususnya yang akan dieksploitasi secara besar-besaran dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai melalui teknik konvensional. Salah satu teknologi harapan yang banyak dilaporkan dan telah terbukti memberikan keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan. Melalui kultur jaringan tanaman tebu dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi.
B. Tujuan
v Mengetahui cara melakukan perbanyakanTanaman tebu secara kultur jaringan.
v Mengetahui cara mengamati tanaman tebu sampai pada proses subkultur.
BAB II
METODOLOGI
A. Waktu dan tempat
· Waktu : Mata kuliah Kultur Jaringan Tanaman.
· Tempat : di Laboratorium Kultur Jaringan.
B. Alat dan bahan
Æ Alat
· Botol kultur,
· Pinset,
· Gunting,
· Pisau scapel,
· Petridish,
· Bunsen spiritus ,
· Tissu,kertas ,
· laminar
· Auto clave
· pH meter
· Strier
· Gelas pengaduk
· Alumunium foil
· Karet gelang
Æ Bahan
· Pucuk Tebu
· Media : Ms + 0.5 ppm + 1.5 ppm BAP
· Alkohol 96 %
· HgCL2 0.15 %
· Tissue Steril
C. Langkah kerja
1. Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2. Sterilkan gunting, pinset dan pisau di bunsen spiritus.
3. Eksplan dipersiapkan dari pucuk tebu pada bagian daun yang masih menggulung mulai dari meristem Apical sampai Sepanjang kira-kira 25 Cm.
4. Buang Pelepah bagian luar, Kemudian Bersihkan dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam alcohol 75 %
5. Di dalam Laminar Air Flow Cabinet, potong pucuk tebu tersebut hingga menjadi lima Bagian dengan menggunakan pisau yang telah di dilas alcohol 75 %
6. Celupkan potongan pucuk tebu tersebut kedalam alcohol 75 % kemudian Bakar diatas lampu Bunsen beberapa saat biarkan hingga apinya padam.
7. Kupas kulit luarnya, kemudian bakar kembali dengan teknik yang sama sampai diameter pucuk menjadi 1.5 Cm.
8. Potong pucuk yang telah dibakar menjadi 5 bagian dengan menggunakan scapel yang steril.
9. Kulturkan eksplan pada media yang sudah disiapkan, dan letakkan pada rak kultur dengan kondisi tanpa cahaya untuk proses pengkalusan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar : Eksplan yang Sudah Menjadi Kalus Siap di Subkultur.
Tabel .Pengamatan kultur Jaringan Tebu.
NO | Tanggal | Jumlah Botol Tanam | Jumlah Kontaminasi | Botol Sisa | Keterangan |
1 | 27 oktober 2011 | 20 | 5 | 15 | Browning, |
2 | 7 November 2011 | 20 | 17 | 3 | Jamur |
3 | 24 november 2011 | 20 | 10 | 10 | Jamur |
4 | 30 november 2011 | 20 | 10 | 10 |
|
B. Pembahasan
Kultur kalus bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang di isolasi dan di tumbuhkan dalam lingkungan yang tekendali. kalus di harapkan dapat memperbanyak dirinya secra terus-menerus. sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkima yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel yang lain. dalam kultur in-vitro kalus dapat di peroleh dari potongan organ yang setril , di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Winata (1987) menyatakan bahwa dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting dalam kultur jaringan tanaman adalah auksin dan sitokinin. George dan Sherrington (1984), menyatakan bahwa inisiasi tunas dan akar diatur oleh interaksi auksin dan sitokinin yang diberikan ke dalam media. Demikian juga interaksi masing-masing auksin atau sitokinin eksogen dengan auksin dan sitokinin endogen yang dikandung oleh eksplan.
Auksin secara umum menyebabkan perpanjangan sel, pembesaran sel, pembentukan kalus dan pembentukan akar (Pierek, 1987); mendorong pertumbuhan pucuk (Wattimena, 1988). Golongan sitokinin yang umum digunakan adalah BA (6-Benzyl Adenine) dan Kinetin. Golongan ini sangat penting dalam pengaturan sel dan morfologis (Winata, 1987). Sitokinin dalam budidaya jaringan terbukti dapat memacu diferensiasi tunas. Tunas dapat tumbuh dari jaringan kalus, daun, potongan batang atau kotiledon serta bagian tanaman yang kira kira bisa digunakan untuk pengkalusan.
Umumnya kalus dapat memproduksi senyawa metabolik sekunder setelah beberapa lama dalam kultur. Meskipun demikian, produktifitas dari kalus tersebut sangat tergantung pada tahapan pertumbuhannya. Saat produksi dan jumlah senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan oleh masing-masing kalus tersebut berbeda tergantung dari tingkat pertumbuhan kalus dan kondisi kulturnya. Umumnya produksi senyawa metabolik sekunder yang tinggi terjadi pada saat kalus sedang dalam pertumbuhan maksimal yang diperoleh saat pertumbuhan linier. Oleh karena itu dalam proses produksi senyawa metabolik sekunder dari kalus, sangat penting untuk mengetahui tahapan pertumbuhan kalus ini.
Dalam Kultur jaringan tebu ini dapat disimpulkan bahwa upaya untuk memperbanyak bahan tanamn dengan proses kultur jaringan sangat menjajikan karena dengan metode pengkalusan kita dapat memperbanyak bahan tanam yang banyak dari kondisi eksplan yang terbatas. Karena melalui pengkalusan dapat menghasilkan kalus hingga ribuan. Namun kendala yang kami alami dalam praktikum kali ini adalah banyaknya tanaman di dalam botol yang mengalami kontaminasi Baik dari jamur maupun browning yang disebabkan oleh bakteri. Sehingga jumlah botol yang berhasil hanya sedikit. Yang berhasil kemudian di sub kulturkan karena kalus sudah pada tahap SK 1. Dengan metode :
ü Kalus dibawa ke laminar
ü Kemudian kalus dipotong menjadi masing –masing 3 Mm.1 botol Kalus dijadikan menjadi 50 botol
ü Ditanam pada media
ü Disimpan di rak kultur.
Kultur jaringan pada tebu mulai dari eksplan – kalus – tunas – planlet. Kegiatan sub kultur yang dilakukan pada tanaman tebu yang pertama adalah dalam bentuk kalus. Seteleh melakukan penanaman (inisiasi) dalam jangka waktu 1,5 bulan tumbuh menjadi kalus, kemudian kalus tersebut di sub kultur dan ditanam lagi ke media MS I. setelah kalus tadi menjadi banyak maka dilakukan sub kultur ulang dan dipindhkan ke media MS II unutk mendapatkan tunas. Setelah menjadi tanaman lengkap ± 3 – 4 dilakukan sub kultur lagi (rooting) unutk memperbenyak tunas sekaliguas untuk perakaran.
Browning terjadi akaibat enzimatik ini adalah enzim. Enzim yang berperan dalam proses ini terjadinya browning adalah polifenol oksidase, suatu enzim kompleks. Enzim komplek tersebut diantaranya adalah fenol hidroksilase, kresolase dan katekolase. Untuk terjadinya reaksi pencoklatan dikatalis oleh enzim tersebut, maka selain ada subtrat juga harus ada tersedia gugus prostestik Cu++ dan oksigen sebagai asektor hydrogen. Kebanyakan reaksi pencoklatan dasar reaksi pembentukan melalim berwarna coklat reaksi pertama diduga sebagi hidrolisasi sekunder O-quinon atau karena kelebihan O-difenol.
BAB IV
KESIMPULAN
ü Media yang terkontaminasi kemungkinan disebabkan karena kondisi laboratorium dan ruang pertumbuhan yang kurang steril serta tabung kultur yang tidak steril.
ü Penambahan auksin pada media kultur jaringan akan merangsang pertumbuhan kalus, perpanjangan tunas dan pembentukan akar. NAA merupakan salah satu jenis auksin yang mempunyai sifat kimia lebih stabil disbanding IAA dan tidak mudah teroksidasi oleh enzin (Zaer dan Mapes 1985).
ü Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme-organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh danberkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan
DAFTAR PUSTAKA
Budiarta, Atat. (2004). Dasar – Dasar Kultur Jaringan. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian
______,2010. [online] dokumen “Budidaya Tanaman Krisan” tersedia di http://www.docstoc.com/docs/19913335/Budidaya-Tanaman-Krisan, diunduh pada 30 mei 2011, pukul 19.00WIB
Materi yang di sampaikan Dosen pengajar Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Subkultur dan pemeliharaan tanaman in vitro yaitu bapak Ir. Heru Sugito, MP dan Ibu Wangi Satutik,SP.
4 comments:
apa benar berhasil dikulturkan bro?
sudah saya LAKUkan sendiri ... berhasil ....! kalo mas mau di coba dulu...!
Tanya dong mas , Kalau kita memberikan zpt pada masa vegetatif akankah bepengaruh pada jumlah bibit nya ?
Fotonya mana ya? Ditunggu gakmuncul muncul kaya diaa🙄
Post a Comment