Oleh : Adela Eka Putra Marza. Penyanyi legendaris dari Tanah Batak, Nahum Situmorang menceritakan "hebatnya" danau ini kepada banyak orang melalui bait-bait dalam sebuah tembang berjudul "O Tao Toba". Danau Toba memang luar biasa. Tak hanya indah, tapi juga memiliki banyak potensi; meski masih belum digarap sempurna.
Danau Toba sejak dulu sudah menjadi ikon Sumatera Utara. Danau ini menjadi salah satu
kekayaan alam yang paling luar biasa di Sumatera Utara sebagai salah satu danau volkano tektonik terluas di dunia. Di dalamnya tersimpan banyak potensi, yang jika digarap dengan benar dan secara maksimal, bisa saja danau ini menjadi lahan pendapatan daerah bagi Sumatera Utara.
Dalam bidang pariwisata saja, Danau Toba pernah menyedot hampir 35 ribu pengunjung dalam satu tahun pada 1998 berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Sayangnya, angka ini terus menurun dari tahun ke tahun seiring terjadinya krisis ekonomi dan travel warning yang sempat melekat pada Indonesia; meski tak sepenuhnya hal itu jadi alasan utama.
Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara, pada saat ini memang kurang banyak diminati oleh wisatawan. Selain terus menurunnya angka kunjungan wisatawan, fakta lain yang membuktikan kenyataannya ini adalah saat tersisihnya Danau Toba sebagai salah satu daerah kunjungan wisata nasional dalam Visit Indonesia 2008, dengan alasannya danau ini mulai dilupakan oleh wisatawan.
Namun, dalam beberapa tahun belakangan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mulai kembali menata Danau Toba untuk pariwisata. Salah satu agenda penting yang setiap tahun digelar adalah Pesta Danau Toba, seperti yang dihelat pada 27-30 Desember tahun ini. Event ini sendiri pastinya bertujuan untuk mempromosikan kembali Danau Toba ke mata dunia, sembari menggaet angka kunjungan wisatawan.
Keramba Jaring Apung
Tak hanya di bidang pariwisata, sebenarnya masih banyak potensi lainnya dari Danau Toba. Misalnya, potensi air Danau Toba bisa dimanfaatkan untuk bisnis keramba jaring apung (KJA) yang saat ini menjadi tren di tengah-tengah masyarakat di sekitar Danau Toba, sejak sekitar 10 tahun yang lalu. KJA ini ternyata juga mampu memberikan hasil yang lebih dari cukup bagi masyarakat sekitar, bahkan dapat menopang kehidupan mereka.
Saat ini, sekitar 7.000 petani keramba tersebar di beberapa daerah di sekitar Danau Toba, seperti Haranggaol, Pangururan, Tomok dan Balige. Bahkan, menurut data Asosiasi Perikanan, Pertanian, Lingkungan Hidup dan Budaya (APPLHB) Dearma Haranggaol pada 2010, setidaknya 70 persen masyarakat di daerah tersebut menggantungkan hidupnya dari hasil keramba.
Belum lagi keramba milik PT Aquafarm Nusantara, yang merupakan perusahaan keramba ikan nila terbesar di Indonesia. Perusahaan asal Swiss tersebut memiliki sekitar 1200 keramba yang dapat menghasilkan 75 hingga 80 ton ikan nila perharinya. Keramba ini berada di lahan yang masih sekitar 7 hektar dari 30 hektar yang diizinkan untuk pengembangan keramba di Danau Toba.
Keberadaan Aquafarm memang begitu fenomenal. Perusahaan asing tersebut telah menampung ratusan tenaga kerja. Bisnis ini pun begitu menjanjikan. Dengan modal hanya 10 juta, pemilik keramba dapat meraup keuntungan hingga 600 ribu perhari. Tapi keberadaannya pun turut memberi andil besar pada pencemaran Danau Toba. Pakan ikan yang terbuat dari campuran berbagai zat kimia secara tidak langsung merusak kebersihan air danau.
Sumber Air "Abadi"
Jika diperhatikan air Danau Toba merupakan sumber air yang tak pernah kering. Danau ini memiliki luas 1265 km2 dengan panjang 90 km dan lebar 30 km. Kedalaman danau mencapai rata-rata 450 m dari ketinggian 950 m di atas permukaan laut. Sedangkan volume air Danau Toba diperkirakan 1,18 triliun meter kubik dengan daerah tangkapan air 3698 km2. Sebanyak 142 sungai dari Pulau Sumatera dan 63 sungai dari Pulau Samosir bermuara ke danau ini.
Salah satu yang unik dari potensi air di Danau Toba adalah siklus pergantian airnya yang mencapai 110-280 tahun. Danau-danau lainnya di dunia biasanya hanya memiliki siklus perputaran air rata-rata sekitar 17 tahun. Ditambah lagi dengan adanya 19 subdaerah aliran sungai (DAS) di sekitar kawasan danau Toba, tentunya bisa dibayangkan betapa besarnya potensi air Danau Toba.
Di tengah krisis air minum sebagai salah satu dampak perubahan iklim, sumber daya air tawar Danau Toba sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan rumah tangga dan industri. Air danau pastinya tidak akan pernah habis meski dipakai sebanyak apapun. Jika ini bisa dimanfaatkan, tentunya musim kemarau di Sumatera Utara tidak perlu lagi diwarnai dengan kekeringan dimana-mana.
Dari sisi ekonominya, potensi air tawar di Danau Toba ini bisa menghasilkan angka yang fantastis. Rata-rata dalam setahun, Danau Toba mampu mengalirkan air mencapai 3,2 miliar kubik. Jika debit pelepasan air tersebut dinilai dalam rupiah sesuai dengan tarif air minum untuk pelanggan rumah tangga di Medan sebesar Rp 575 per meter kubik, maka potensi nilai ekonomi sumber daya air minum dari Danau Toba mencapai Rp 1,8 triliun per tahun.
Mengalirkan Listrik
Potensi air Danau Toba ini juga bisa menjadi potensi energi yang sangat besar bagi penyediaan listrik, dengan menghasilkan tenaga listrik melalui pembangkit listrik tenaga air. Sejak bertahun-tahun ternyata danau ini telah menyumbangkan banyak pendapatan daerah kepada negara melalui pajak yang diterima negara dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan.
Danau Toba memiliki potensi daya listrik sekitar 1000 hingga 1100 megawatt (MW). Hingga saat ini, daya bangkit yang telah terpakai sekitar 450 MW pada PLTA Asahan, 82 MW pada PLTA Lae Renun dan 180 MW pada PLTA Asahan I di Porsea, Kabupaten Toba Samosir. Energi listrik ini digunakan untuk operasional PT Inalum yang merupakan perusahaan kerja sama antara Indonesia dan Jepang sejak 1975, dan untuk PLN.
Potensi ekonomi dari tenaga pembangkit listrik ini bisa saja menjadi potensi ekonomi yang sangat besar lagi jika PLTA Asahan II dan III sudah mulai beroperasi nantinya.
Dengan itu, pasokan listrik di Sumatera Utara nantinya juga bisa tercukupi. Apalagi, selama ini banyak industri di Sumatera Utara yang kekurangan pasokan listrik untuk operasional perusahaan dan pabrik. Harapannya, tentu saja kasus pemadaman bergilir bisa dihentikan.
Bahkan, bukannya tak mungkin jika potensi tenaga pembangkit listrik dari Danau Toba bisa mengatasi permasalahan krisis listrik di Indonesia. Apalagi, beberapa ahli pernah menyebutkan bahwa air Danau Toba dapat disedot ke atas sebagai penggerak kincir untuk pembangkit listrik seperti di Negara Belanda. Sayangnya, kita belum cukup "daya" untuk merealisasikan ini.
Jika melihat potensi Danau Toba ini, tak salah jika masyarakat Batak patut berucap syukur kepada Tuhan. Anugerah akan Danau Toba dengan alamnya indah, ternyata juga mampu memberikan nafkah. Sejak dulu, Danau Toba telah menopang hidup masyarakat yang tinggal di kawasan ini. Apa yang telah kita dapatkan tidak hanya lebih dari cukup, bahkan melimpah.***
Penulis adalah pemerhati Danau Toba. Lulusan S1 Ilmu Komunikasi FISIP USU, pernah bergiat di sejumlah media lokal. Saat ini, beraktifitas sebagai penulis lepas.
Sumber: Harian Analisa
kekayaan alam yang paling luar biasa di Sumatera Utara sebagai salah satu danau volkano tektonik terluas di dunia. Di dalamnya tersimpan banyak potensi, yang jika digarap dengan benar dan secara maksimal, bisa saja danau ini menjadi lahan pendapatan daerah bagi Sumatera Utara.
Dalam bidang pariwisata saja, Danau Toba pernah menyedot hampir 35 ribu pengunjung dalam satu tahun pada 1998 berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Sayangnya, angka ini terus menurun dari tahun ke tahun seiring terjadinya krisis ekonomi dan travel warning yang sempat melekat pada Indonesia; meski tak sepenuhnya hal itu jadi alasan utama.
Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara, pada saat ini memang kurang banyak diminati oleh wisatawan. Selain terus menurunnya angka kunjungan wisatawan, fakta lain yang membuktikan kenyataannya ini adalah saat tersisihnya Danau Toba sebagai salah satu daerah kunjungan wisata nasional dalam Visit Indonesia 2008, dengan alasannya danau ini mulai dilupakan oleh wisatawan.
Namun, dalam beberapa tahun belakangan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mulai kembali menata Danau Toba untuk pariwisata. Salah satu agenda penting yang setiap tahun digelar adalah Pesta Danau Toba, seperti yang dihelat pada 27-30 Desember tahun ini. Event ini sendiri pastinya bertujuan untuk mempromosikan kembali Danau Toba ke mata dunia, sembari menggaet angka kunjungan wisatawan.
Keramba Jaring Apung
Tak hanya di bidang pariwisata, sebenarnya masih banyak potensi lainnya dari Danau Toba. Misalnya, potensi air Danau Toba bisa dimanfaatkan untuk bisnis keramba jaring apung (KJA) yang saat ini menjadi tren di tengah-tengah masyarakat di sekitar Danau Toba, sejak sekitar 10 tahun yang lalu. KJA ini ternyata juga mampu memberikan hasil yang lebih dari cukup bagi masyarakat sekitar, bahkan dapat menopang kehidupan mereka.
Saat ini, sekitar 7.000 petani keramba tersebar di beberapa daerah di sekitar Danau Toba, seperti Haranggaol, Pangururan, Tomok dan Balige. Bahkan, menurut data Asosiasi Perikanan, Pertanian, Lingkungan Hidup dan Budaya (APPLHB) Dearma Haranggaol pada 2010, setidaknya 70 persen masyarakat di daerah tersebut menggantungkan hidupnya dari hasil keramba.
Belum lagi keramba milik PT Aquafarm Nusantara, yang merupakan perusahaan keramba ikan nila terbesar di Indonesia. Perusahaan asal Swiss tersebut memiliki sekitar 1200 keramba yang dapat menghasilkan 75 hingga 80 ton ikan nila perharinya. Keramba ini berada di lahan yang masih sekitar 7 hektar dari 30 hektar yang diizinkan untuk pengembangan keramba di Danau Toba.
Keberadaan Aquafarm memang begitu fenomenal. Perusahaan asing tersebut telah menampung ratusan tenaga kerja. Bisnis ini pun begitu menjanjikan. Dengan modal hanya 10 juta, pemilik keramba dapat meraup keuntungan hingga 600 ribu perhari. Tapi keberadaannya pun turut memberi andil besar pada pencemaran Danau Toba. Pakan ikan yang terbuat dari campuran berbagai zat kimia secara tidak langsung merusak kebersihan air danau.
Sumber Air "Abadi"
Jika diperhatikan air Danau Toba merupakan sumber air yang tak pernah kering. Danau ini memiliki luas 1265 km2 dengan panjang 90 km dan lebar 30 km. Kedalaman danau mencapai rata-rata 450 m dari ketinggian 950 m di atas permukaan laut. Sedangkan volume air Danau Toba diperkirakan 1,18 triliun meter kubik dengan daerah tangkapan air 3698 km2. Sebanyak 142 sungai dari Pulau Sumatera dan 63 sungai dari Pulau Samosir bermuara ke danau ini.
Salah satu yang unik dari potensi air di Danau Toba adalah siklus pergantian airnya yang mencapai 110-280 tahun. Danau-danau lainnya di dunia biasanya hanya memiliki siklus perputaran air rata-rata sekitar 17 tahun. Ditambah lagi dengan adanya 19 subdaerah aliran sungai (DAS) di sekitar kawasan danau Toba, tentunya bisa dibayangkan betapa besarnya potensi air Danau Toba.
Di tengah krisis air minum sebagai salah satu dampak perubahan iklim, sumber daya air tawar Danau Toba sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan rumah tangga dan industri. Air danau pastinya tidak akan pernah habis meski dipakai sebanyak apapun. Jika ini bisa dimanfaatkan, tentunya musim kemarau di Sumatera Utara tidak perlu lagi diwarnai dengan kekeringan dimana-mana.
Dari sisi ekonominya, potensi air tawar di Danau Toba ini bisa menghasilkan angka yang fantastis. Rata-rata dalam setahun, Danau Toba mampu mengalirkan air mencapai 3,2 miliar kubik. Jika debit pelepasan air tersebut dinilai dalam rupiah sesuai dengan tarif air minum untuk pelanggan rumah tangga di Medan sebesar Rp 575 per meter kubik, maka potensi nilai ekonomi sumber daya air minum dari Danau Toba mencapai Rp 1,8 triliun per tahun.
Mengalirkan Listrik
Potensi air Danau Toba ini juga bisa menjadi potensi energi yang sangat besar bagi penyediaan listrik, dengan menghasilkan tenaga listrik melalui pembangkit listrik tenaga air. Sejak bertahun-tahun ternyata danau ini telah menyumbangkan banyak pendapatan daerah kepada negara melalui pajak yang diterima negara dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan.
Danau Toba memiliki potensi daya listrik sekitar 1000 hingga 1100 megawatt (MW). Hingga saat ini, daya bangkit yang telah terpakai sekitar 450 MW pada PLTA Asahan, 82 MW pada PLTA Lae Renun dan 180 MW pada PLTA Asahan I di Porsea, Kabupaten Toba Samosir. Energi listrik ini digunakan untuk operasional PT Inalum yang merupakan perusahaan kerja sama antara Indonesia dan Jepang sejak 1975, dan untuk PLN.
Potensi ekonomi dari tenaga pembangkit listrik ini bisa saja menjadi potensi ekonomi yang sangat besar lagi jika PLTA Asahan II dan III sudah mulai beroperasi nantinya.
Dengan itu, pasokan listrik di Sumatera Utara nantinya juga bisa tercukupi. Apalagi, selama ini banyak industri di Sumatera Utara yang kekurangan pasokan listrik untuk operasional perusahaan dan pabrik. Harapannya, tentu saja kasus pemadaman bergilir bisa dihentikan.
Bahkan, bukannya tak mungkin jika potensi tenaga pembangkit listrik dari Danau Toba bisa mengatasi permasalahan krisis listrik di Indonesia. Apalagi, beberapa ahli pernah menyebutkan bahwa air Danau Toba dapat disedot ke atas sebagai penggerak kincir untuk pembangkit listrik seperti di Negara Belanda. Sayangnya, kita belum cukup "daya" untuk merealisasikan ini.
Jika melihat potensi Danau Toba ini, tak salah jika masyarakat Batak patut berucap syukur kepada Tuhan. Anugerah akan Danau Toba dengan alamnya indah, ternyata juga mampu memberikan nafkah. Sejak dulu, Danau Toba telah menopang hidup masyarakat yang tinggal di kawasan ini. Apa yang telah kita dapatkan tidak hanya lebih dari cukup, bahkan melimpah.***
Penulis adalah pemerhati Danau Toba. Lulusan S1 Ilmu Komunikasi FISIP USU, pernah bergiat di sejumlah media lokal. Saat ini, beraktifitas sebagai penulis lepas.
Sumber: Harian Analisa
No comments:
Post a Comment