Selamat Datang di Blog ERIKJON HALOMOAN SITANGGANG

Sunday, June 24, 2012

“Nyolong” Budaya, Kegemaran Malaysia



SURABAYA - Aksi main klaim terhadap budaya Indonesia kembali dilakukan oleh Malaysia. Kali ini, negeri Jiran mengaku-ngaku kalau tari tor-tor dan Gondang Sembilan asal Mandailing, Sumatera Utara adalah bagian dari budaya mereka. Dikutip dari Bernama.com, Menteri Informasi, Komunikasi, dan Kebudayaan Datuk Seri Dr Rais Yatim mengatakan, tarian Tor Tor dan alat musik Gordang Sambilan akan didaftarkan dalam Seksyen 67 sebagai Akta Warisan Kebangsaan 2005.”Namun (pengakuan) ini dengan syarat penampilan tarian secara periodik harus dilakukan dan aneka permainan gendang harus dipertontonkan di depan masyarakat," kata Rais di hadapan wartawan usai membuka pertemuan komunitas Mandailing, Kamis (14/6). waktu Malaysia.

Dalam sekejab, kabar mengejutkan itu langsung berhembus ke tanah air. Membuat “merah” telinga masayarakat Indonesia yang mendengarnya. Terlebih, warga suku batak Mandailing, Sumatera Utara pun sangat kecewa dengan klaim negara tetangga tersebut.

Ketua Lembaga Adat Sidimpuan, Haji Saleh Salam Harahap, menyatakan alat musik Gondang Sembilan dan tarian Tor-tor adalah budaya yang telah lama lahir dan dikenal luas sebagai milik suku Batak dan Mandailing. Karena itu, tidak masuk akal kalau Malaysia mengklaim tarian itu adalah milik mereka."Budaya itu sudah ada sejak 500 tahun lalu di Mandailing,” kata Saleh Salam bergelar Baginda Tambangan Harahap pada (17/6) lalu.

Saleh yakin komunitas Mandailing yang tersebar di Malaysia juga bakal menghalangi upaya Malaysia mengklaim budaya itu sebagai milik negara jiran. "Ada dua lembaga adat Mandailing di Malaysia, dan saya kenal pada pemangku adatnya. Tidak mungkin para pemangku adat Mandailing di Negara Bagian Perak, Malaysia, dan di Kuala Lumpur menggadaikan kebudayaan sukunya,” kata Saleh.

Sekedar diketahui, sebelum Tor-tor diklaim Malaysia, pemerintah Indonesia telah lebih dulu mencatat kebudayaan asal Sumatera Utara tersebut ke dalam warisan budaya nasional (warbudnas). Tari tortor telah dicatatkan oleh pemerintah ke dalam warbudnas sejak tahun 2010. Saat ini ada 2.107 kebudayaan Indonesia yang dicatatkan ke dalam warbudnas, dan tari tortor tersebut tercatat pada nomor 652.

Sayangnya, pemerintah Indonesia belum mendaftarkan tari Tor-tor ke UNESCO. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengakui kalau pihaknya belum mendaftarkan tarian itu ke UNESCO.

Menurutnya, UNESCO memiliki mekanisme tersendiri untuk menerima pengajuan verifikasi sebuah kebudayaan dari negara tertentu. Untuk tari Tor-tor, kata Wiendu, pihaknya baru akan mendaftarkannya pada tahun depan."Pendaftaran ke UNESCO itu setiap Maret, jadi didaftarkan Maret tahun depan. Menyusun (pengajuan) itu juga tidak mudah, perlu waktu 6 bulan. Tari tortor itu kan punya komunitasnya sendiri, jadi harus diverifikasi ke komunitas-komunitas itu dulu. Setelah dimasukkan ke UNESCO itu belum tentu diterima," jelasnya.

Memang, setelah mengklaim reog, Malaysia seakan gemar melanjutkan hobinya untuk “menyolong” budaya Indonesia. Misalnya saja lagu daerah asal Maluku, Rasa Sayange, yang diklaim pada Desember 2008. Tari pendet dari Bali juga sempat diklaim pada Agustus 2009 lewat iklan pariwisata Malaysia Truly Asia.

Selanjutnya, pada 2009 kerajinan batik diklaim, tapi masalah ini selesai karena UNESCO mengakui batik Indonesia. Pada Maret 2010, Malaysia mengklaim alat musik angklung. "Dan yang terakhir adalah klaim tari tortor dan alat musik Gordang Sambilan dari Mandailing," kata Wiendu.

Jika dirunut sejarahnya, tari tor-tor dan gondang sembilan sendiri sebenarnya sudah lama dikenal oleh suku Batak dan Mandailing. Bahkan, konon, budaya itu sudah ada sejak 500 tahun yang lalu di Mandailing.

Dijelaskan Saleh Harahap, Ketua Lembaga Adat Sidimpuan, sebenarnya alat musik gondang 9 dan tari tor-tor digelar bersamaan. Pada suku Mandailing, gondang 9 dan tari tor-tor digelar untuk perayaan, hajatan, dan penyambutan tamu yang dihormati.

Pada masa kolonial, kesenian ini menjadi hiburan para raja dan sebagai bentuk perlawanan terhadap serdadu Belanda. Ada bunyi tertentu yang ditabuh, menandakan kedatangan serdadu Belanda. Ketika gondang dibunyikan, masyarakat diminta mengungsi. "Bunyi lainnya meminta masyarakat untuk kembali ke kampung karena serdadu sudah pergi,” Saleh berujar.

Suku Mandailing pun berbeda-beda dalam menyebut alat musik gondang. Mandailing yang bermukim di wilayah Angkola, Sidimpuan, Tapanuli Selatan, mengenal dengan sebutan gondang 2. Sebelumnya disebut gondang 7 di tiga wilayah itu. Hanya di Mandailing Natal yang sebutannya tetap sampai sekarang, gondang 9.

Sebaliknya, komunitas Mandailing Malaysia juga merasa memiliki tarian tor-tor dan gendang 9 tersebut. Pasalnya, mereka mengaku juga memiliki komunitas tersebut di negeri Jiran. Menurut Abdur-Razzaq Lubis, seorang pakar Mandailing di Malaysia, orang-orang Mandailing di Semenanjung Melayu datang dari daerah Sumatera Utara yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Mereka eksodus di masa Perang Paderi di abad 19 dulu. Sebagai pengikut Paderi, mereka direpresi kolonial Belanda sehingga terpaksa bermigrasi ke luar dari kampungnya menuju Malaysia.

Dalam makalah berjudul "Mandailing-Batak-Malay: A People Defined and Divided" yang dipresentasikan dalam Konvensi Internasional Cendekiawan Asia di Kuala Lumpur, Agustus 2007, Lubis menyatakan warga keturunan Mandailing ini merantau ke Malaysia dan Singapura.

Istilah Mandailing sendiri ditemukan dalam Nagarakertagama, sebuah epik yang ditulis di zaman Majapahit sekitar tahun 1365. Mandailing disebutkan sebagai salah satu daerah di bawah kekuasaan Majapahit.

Lubis menyebutkan, ada spekulasi Mandailing berasal dari kata Minangkabau "Mande Hiliang" yang berarti "Ibu Hilang". Jadi menarik, karena Minangkabau bersistem matrilineal, sementara Mandailing hari ini bersistem patrilineal.

Kedekatan Mandailing dengan Minangkabau ini juga tercermin di perantauan Malaysia. Di semenanjung, orang-orang Mandailing ini awalnya hidup di Negeri Sembilan, satu dari sembilan kerajaan di Malaysia. Raja Negeri Sembilan ini merupakan keturunan raja Pagarruyung di Minangkabau. Mereka bekerja sama erat, selain karena berdekatan kampung, juga sama-sama pengikut Islam yang taat.dtc,tmp,ins

Pemerintah Harus Tegas Sikapi Klaim Malaysia

Pemerintah Indonesia diminta tegas terhadap Malaysia yang mengklaim tari tor-tor dan Gondang sembil. Pasalnya, tarian tersebut dinilai sangat sakral bagi masyarakat adat dan Mandailing. Gordang Sambilan hanya dapat ditampilkan di acara-acara adat raja-raja Mandailing, seperti pernikahan turunan kerajaan maupun pesta adat lainnya. Klaim Malaysia itu dinilai sebagai wujud penghinaan bagi masyarakat Indonesia."Pengklaiman Malaysia bahwa Gordang Sambilan adalah budaya milik Malaysia merupakan penghinaan secara terang-terangan yang kesekian kalinya kepada Indonesia. Pemerintah Pusat sama sekali tidak mampu dan tidak bernyali untuk bertindak tegas kepada pemerintah Malaysia," tegas Awaluddin, seniman Gordang Sambilan di Medan, Sumatera Utara, baru-baru ini.

Kondisi ini juga mendapat kecaman keras dari salah satu pelestari budaya Mandailing yang juga anggota DPRD, Madina. "Warga Mandailing yang sejak dahulu sudah berdomisili di Malaysia bahkan kini menjadi warga negara Malaysia seharusnya bersikeras untuk menolak klaim Gordang Sambilan dan Tor-tor sebagai budaya milik Malaysia," kata Madina.

Sementara, anggota komisi VIII DPR, Ingrid Kansil Palopo mengatakan, kasus ini karena tarian ini memang diperkenalkan oleh orang Malaysia keturunan batak sebagai tarian dari Malaysia."Ini yang sangat kita sesalkan, kita harusnya segera ambil langkah baik agar ini tidak terjadi lagi," ujar politisi Demokrat ini.

Ingrid menjelaskan, seharusnya bangsa Indonesia mulai melakukan inventarisasi tarian seluruh daerah selengkap mungkin. Baik melui pemda provinsi, kabupaten dan kota. "Hal ini dilakukan baik melalui pertunjukan di pasar tradisional hingga TV lokal," papar mantan model cantik ini.

Dia juga memaparkan, seharusnya kedutaan besar Indonesia di tiap-tiap negara juga melakukan mediasi dan pemantauan terhadap budaya sebagai bentuk langkah awal terutama di Malaysia."Karena ini sudah berkali-kali terjadi, seharusnya perlu ada kerjasama budaya antar negara sehingga mampu memahami mana budaya yang asli dari Indonesia dan mana yang kepemilikan Malaysia," kata istri Menteri Koperasi Syarief Hasan tersebut.

Sementara, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto menegaskan, Indonesia, terutama Pemerintah, harus mempelajari dan mengklarifikasi Undang-undang Warisan Nasional Malaysia. Berdasarkan undang-undang ini, sekelompok masyarakat Mandailing di negeri Jiran ingin memasukkan tarian Tor-tor dan Gordang Sambilan sebagai warisan negara tersebut.

Dalam riliny, , Hikmahanto mengupas sejumlah pasal dalam UU tersebut yang dia nilai patut menimbulkan kekhawatiran adanya upaya klaim kepemilikan Malaysia atas dua budaya khas suku Batak asal Sumatera Utara itu. "Sumber kekhawatiran adalah diaturkan dalam UU Warisan Nasional Malaysia tentang kepemilikan atau ownership atas budaya yang dimasukkan dalam warisan negara," kata Hikmahanto.okz,viv,inz

Sumber

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
“Nyolong” Budaya, Kegemaran Malaysia - Jhon.Com “Nyolong” Budaya, Kegemaran Malaysia - Jhon.Com